Jurnalis Online Indonesia /Pekanbaru - Aliansi Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Riau (GEMMPAR) menyampaikan pernyataan sikap tegas terhadap maraknya dugaan suap, gratifikasi, dan pelanggaran disiplin yang melibatkan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru. Melalui surat resmi yang diterima media ini, GEMMPAR menyatakan akan menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis, 8 Mei 2025 pukul 13.30 WIB di Kompleks Perkantoran Walikota Pekanbaru, Tenayan Raya.

Koordinator Umum (Kordum) GEMMPAR, Erlangga, mengatakan Besok, bahwa aksi ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap memburuknya tata kelola pemerintahan akibat lemahnya integritas di kalangan pejabat.

"Kami mendesak Walikota (Walkot) dan Wakil Walikota Pekanbaru segera membayarkan kegiatan tunda bayar yang belum diselesaikan hingga saat ini," tegas Erlangga dalam pernyataannya, Rabu (7/5/2025).

Selain itu, GEMMPAR mendesak pencopotan Hambali Nanda dari jabatan Sekretaris DPRD Pekanbaru. Namanya disebut dalam persidangan kasus gratifikasi sebesar Rp4,5 miliar yang diberikan kepada mantan Bupati Kepulauan Meranti, M. Adil, saat Hambali masih menjabat sebagai Sekwan DPRD di kabupaten tersebut.

"Nama Hambali Nanda sudah jelas disebut dalam persidangan. Ini bukan tudingan kosong. Kami minta beliau segera dicopot," tegas Erlangga.

GEMMPAR juga meminta aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Mabes Polri segera memeriksa anggaran Sekretariat DPRD Pekanbaru yang diduga bermasalah. Total anggaran sebesar lebih dari Rp8 miliar disebut berpotensi bermasalah karena diduga terjadi pungutan liar atau fee sebesar 70 persen dari kontrak media online dan publikasi lainnya. 

Lebih lanjut, GEMMPAR menuntut pencopotan sejumlah pejabat yang disebut menerima gratifikasi dalam kasus yang menyeret mantan Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dan mantan Sekdako Indra Pomi Nasution. Nama-nama tersebut disebut dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

Berikut daftar pejabat yang diminta segera ditindak:

Wendi Yuliasdi, Kabid Persampahan Dinas LHK – diduga menerima Rp5 juta.

Tengku Ahmad Reza Pahlevi, Sekretaris DLHK – menerima Rp50 juta (Juni 2024).

Mardiansyah, Kadis Perumahan dan Permukiman – menerima Rp50 juta melalui ajudannya, Rifaldy.

Zulhelmi Arifin, Kepala Disperindag sekaligus Pj Sekdako – menerima Rp70 juta dan tas Bally senilai Rp8,5 juta.

Yulianis, Kepala BPKAD – diduga menerima Rp200 juta (Juli–November 2024).

Alek Kurniawan, Kepala Bapenda – diduga menerima Rp80 juta dan dua kemeja senilai Rp2,5 juta (Juli–November 2024).

Yuliarso, Kepala Dishub – diduga menerima Rp40 juta (Juni–September 2024).

Edward Riansyah, Kadis PUPR – menerima Rp100 juta (November 2024).

Indra Pomi Nasution, mantan Sekdako – menerima Rp350 juta (Agustus–November 2024).

Zuhelmi, Kasatpol PP – turut disebut dalam jaringan gratifikasi tersebut.

Selain itu, GEMMPAR juga mendesak pencopotan Plt. Kabag Umum Pemko Pekanbaru, Jhon Hendri, karena dinilai ugal-ugalan dalam menganggarkan lima unit mobil dinas bagi pejabat Pemko dan pimpinan DPRD.

"Aksi ini bentuk kepedulian kami terhadap transparansi, akuntabilitas, dan integritas pemerintahan. Kami tidak akan tinggal diam melihat praktik yang merugikan rakyat," tegas Erlangga.

GEMMPAR menegaskan bahwa gratifikasi dan suap merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 13, serta Pasal 12B dan 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa pemberi maupun penerima gratifikasi yang terkait jabatan dapat dipidana.

Dalam aksi unjuk rasa nanti, GEMMPAR akan menurunkan sedikitnya 100 orang massa yang dilengkapi dengan atribut aksi berupa spanduk, bendera, ban bekas, dan sistem pengeras suara.
Editor. (Tina  )