PURWAKARTA || investigasi86news.my.id

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya telah menetapkan dan menegaskan bahwa frasa orang lain dalam Pasal 27A UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE terkait menyerang kehormatan atau nama baik orang lain merujuk pada individu, orang perseorangan bukan pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.

"Putusan MK tersebut harus kita sambut dengan baik. MK memberikan ruang kebebasan berpendapat dan kritik publik terhadap pemerintah," ujar Azfar Cinaya.

Namun menurut Azfar, penegasan yang dilakukan MK terkait penghinaan dalam Pasal 27A UU ITE berdampak langsung untuk segera ditinjau ulang peraturan tindak pidana penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, pemerintah, dan lembaga negara pada KUHP. Sebab, pertimbangan MK dalam memutus uji materi itu tidak sejalan dengan norma yang masih diatur lewat KUHP baru.

Yang menjadi persoalan, jika merujuk pada putusan MK itu dan KUHP lama yang masih berlaku saat ini, penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, pemerintah, dan lembaga negara tidak berlaku lagi. Dengan demikian, Azfar menyebut  peraturan penghinaan yang terncantum dalam KUHP versi 2023 harus ditinjau ulang untuk dihapus. 

"Pasca putusan MK 105/PUU-XXII/2024 yang memperketat unsur penghinaan berdasarkan prinsip HAM, karena pasal ini menimbulkan iklim ketakutan, maka Pasal 218-219 tentang penyerangan kehormatan Presiden atau Wakil Presiden dan Pasal 240-241 tentang penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara harus ditinjau ulang untuk segera dihapuskan agar memberi kepastian hukum," Ujar Azfar

(Red)